Lantai 16

7/17/10

#030: 1602

in this story: Florisia Rainarki, Ziantine Larasati


"hahaha, tidak Rain, jelas aku hanya bercanda. tentu kau tidak menganggap serius ajakanku tadi kan? lanjutkan saja mandi, kau perlu menyegarkan dan memulihkan badan. lagipula aku tak mau seminggu ke depan harus mengerok punggungmu yang masuk angin,” aku tak menyangka Rain akan serius menanggapi ajakanku. ternyata dia benar-benar rindu hujan, rindu kakeknya. aku berhutang satu basah kuyup padanya.

membayar rasa bersalahku, kupinjamkan satu buah kaos dan flanel kotak-kotak tebal untuk menghangatkan badannya. “santai saja, nanti aku ambil sekalian main-main ke kamarmu,” ujarku sedikit genit, Rain pamit.

kesukaan Rain terhadap hujan mengingatkanku pada Diamant, sahabatku yang sungguh necis, kalian pasti tak akan menyangka bahwa dia sesungguhnya adalah tukang kayu. ia hanya butuh waktu sepuluh menit untuk mengganti kaki-kaki ranjang kayuku yang lapuk. “duk-duk-duk-duk” suara palu beradu dengan kayu justru membuatku malu. bagaimana kalau si ibu hamil yang tadi melihatku masuk dengan Diamant mengira itu suara ranjang yang digoyang cumbu. ah tenanglah, kuyakin ibu hamil itu bukan Cut Tari atau Ersa Mayori.

tapi kan kita tak boleh menilai seseorang dari sampulnya bukan? siapa yang duga sahabat tampanku yang necis ini adalah seorang tukang kayu, sama seperti seorang ibu-ibu yang kutemui dua hari lalu di angkutan umum, yang dari ujung kaki hingga kepala mengenakan barang-barang bermerk dan tampil begitu modis, siapa yang menyangka bila aksen medok Jawanya masih kental saat menerima telepon dari temannya. begitu pula dengan ibu hamil depan kamarku ini, tapi tentu aku tak mau terlalu peduli.

namanya Ziantine, dan aku tak pernah berani bertaruh apa benar ia hamil tanpa suami, atau bunting gara-gara jin. hari ini aku menyapanya untuk mengingatkan bahwa lift apartemen rusak. “lewat tangga saja, gak apa-apa kan?” ujarku sedikit khawatir dengan janin yang digembolnya. calon ibu muda itu tersenyum manis dan berkata tak apa.

aku akan menjadi orang yang paling merasa bersalah bila tiba-tiba terjadi sesuatu yang buruk terhadap Ziantine. maka lekas kuberingsut dari singgasanaku di ruang tunggu dan menyusulnya, sekalian cari tukang bubur, pikirku.

Ziantine tampak limbung dan lebih gendut ketika kudekati ia dari belakang, langsung ku sapa sambil berjaga-jaga, “kutemani saja ya, takut ada apa-apa.” perempuan itu menoleh dan menyengir kuda, “gak ada apa-apa juga aku mau kok tiap hari ditemani Mas Jeko!” ternyata ia adalah Wati, cleaning service apartemen ini yang sedang bertugas mengepel tangga.

aku menjembel gemas pipinya yang ranum sambil bergegas menyusul Ziantine, terdengar sayup suara Wati dari atas, “hati-hati Mas Jeko, licin lantainya!” untuk ukuran seseorang yang sedang mengandung, Ziantine bisa memecahkan rekor MURI untuk kategori ibu hamil yang menuruni tangga.

akhirnya aku bisa ‘menangkap’ Ziantine di lantai 13, menjaganya dengan kuda-kuda memapah sambil sesekali menemaninya mengobrol. kukatakan padanya bahwa jangan terlalu banyak bicara, lebih baik perhatikan anak tangga.

namun perhatian kami seketika terpecah dari aroma alkohol yang menguar saat menjejak di lantai 10, Sherry naik tangga dengan tergesa, kacau dan berkeringat, seksi. sempat-sempatnya ia membalas sapa Ziantine dengan ramah, dan kembali menatapku dengan pandangan marah. ia setengah berlari menaiki anak tangganya untuk mencapai bulan di kamarnya lantai 16.

ketika aku berbalik, kulihat Zi begitu limbung, hilang keseimbangan karena luput memijak sebuah anak tangga. begitu jelas, dalam adegan lambat yang tragis kulihat tubuhnya berguling-guling setelah tersungkur, dan melandas dengan keras di lantai sembilan. ku lihat darah mengalir di dua hilir pahanya, darah dari hulu selangkangan yang menjadi mulut janinnya.

Rasuna Adikara
plot/ seri 01/ eps.004: SI CALON JANIN/ post: #005. prev post: http://appartemant16.blogspot.com/2010/07/029-1606.html

No comments:

Post a Comment