Lantai 16

7/18/10

#036: 1605

in this story: Kolabton Nawalem


Aku butuh teman diskusi. Setelah beberapa bulan belakangan kabur masalah akhirnya hal yang sebelumnya sudah kupikirkan sebelumnya terjadi juga. Aku capek berlari. Aku ingin berhenti, sedikit mengambil nafas, kemudian berjalan seperti biasa. Suapa aku masih bisa menikmati pemandangan disekitarku.


Besok, hari pernikahan Eibi. Datang atau tidak? Sampai sekarang aku masih belum bisa memutuskan. Aku sangat ingin melompat hari esok, aku ingin sekali tidak datang, seharian tidur di kamar, tapi ini EIbi. Hati kecilku masih berusaha untuk menghentikan pernikahan itu. Tapi, kalaupun pernikahan itu tidak jadi terjadi, apakah aku berani menggantikan posisi wanita di sisi Eibi. Apakah aku berani untuk menjadi seorang istri?


Sungguh aku butuh teman diskusi. Dari buku "How to forger you ex in 30 days" mengatakan demikian. Jika anda sudah tidak tahu lagi apa yang ahrus anda lakukan, biar orang lain yang memutuskan. Yeah, bodoh. Tapi toh aku memang bodoh untuk urusan cinta.



Teman.. hmm.. teman… Ah, sudah berapa lama aku tidak bicara dengan orang lain dalam keadaan sadar? Teman lamaku mungkin sudah mengira aku mati bunuh diri. Pikiranku melayang. Siapa temanku…?


*


"Tok tok tok.."


Kuketuk pintu kamar itu. Kamar bernomor 1604. Kamar Prada. Sekitara 30 detik tidak ada jawaban, aku mengetuk pintu itu untuk yang kedua kalinya. Masih belum ada jawaban. Sepertinya tidak ada orang di dalam kamar itu. Kemudian aku berbalik memandang pintu kamar yang berada tepat di depan kamarku. Ah, mantan kamar Dinasti, temanku, dulu, dua bulan yang lalu Dinasti pindah ke Swedia untuk urusan pekerjaan. DIa dulu yang menenangkanku ketika aku hampir mati tercekik sesak napas saking lamanya menangis. Sekarang kamar itu sudah dihuni orang lain.


Kemudian aku mulai berjalan di lorong lantai ini. Melewati lift dan pintu tangga darurat. Berjalan menuju sisi lain lantai 16 ini. Entah apa yang ada dipikiranku. Yang jelas kakiku ini seperti berjalan sendiri. Seperti ada yang menyuruhnya untuk berjalan, tapi bukan saraf motorik otakku. Aku belum pernah berkenalan sebelumnya dengan orang-orang penghuni 16 di sisi ini.


Dari empat kamar yang ada, tiga diantaranya tertutup rapat, satu yang berada di pojok dan berada sama di sisi kamarku pintunya terbuka. Kakiku masih terus berjalan, menuju ke arah pintu yang terbuka. Sesampaiya didepan kamar tersebut, langkahku terhenti. Tanganku memegang kusen pintu. kepalaku mulai bergerak melongok kedalam kamar tersebut sampai setengah badanku ikut masuk.


Masih tidak tahu apa yang ada dipikiranku, aku masuk kedalam kamar itu. Aku memandang berkeliling. Ada banyak, banyak sekali barang barang aneh di sini. Kulihat tempat tidur gantung, dibawahnya tergeletak seonggok gitar busuk. Ada kulkas, tapi entah tahun berapa itu kulkas diproduksi. Seperti jaman kakekku saja. Di langit2nya terdapat jam dinding super besar dan aku tidak habis pikir bagaimana cara memasang benda itu.


Tidak ada orang. aku memilih duduk di lantai dekat tumpukan ___sepertinya piringan-piringan hitam. Karena hanya ditempat itu sepertinya yang bisa diduduki oleh manusia. Kamar ini terlalu berantakan. Bahkan untuk ukuran aku yang sudah termasuk perempuan berantakan. Hmm. Suka musik sekali, ya, nampaknya. Aku mencari pemutar piringan hitam. Masa punya banyak koleksi piringan hitam tapi tidak punya gramophonenya?


Kubongkar tumpukan baju kotor cum sprei cum jaket cum kolor cum selimut yang menumpuk diatas sofa. Dan aku kaget sekaget kagetnya sampai rasanya jantungku jatuh hingga kel ututku. Sesosok mirip manusia yang ternyata adalah manekin botak tergeletak nyaman dibawah tumpukan tersebut. Astaga. Orang macam apa yang tinggal di dalam kamar ini?


Aku memindahkan manekin plus tumpukan laundry ketempat lain sehingga akupun ahirnya bisa duduk di sofa. Baru aku sadar. Ngapain aku ada disini?


"Hei?" tanya sebuah suara dari arah pintu.


"Eh, hai, maaf, pintu kamarku tadi terbuka.. eh? kamu?" sebentar-sebentar, kayaknya aku pernah liat pria yang sekarang sedang mengambil minuman di kulkas, seakan-akan tidak heran ada orang asing di kamarnya. Dan pria ini, dia kan yang waktu itu di tangga darurat?


"Kamu, yang waktu itu tidur di tangga ya?" tanyaku kemudian.



"Hah?" dia nampak bingung, wajahnya muncul dari balik pintu kulkas kemudian mendekatiku sambil membawa dua kaleng bir, memberikannya kepadaku dan mendekatkan wajahnya padaku. "Sherina, ya?" katanya.


"Sherry. Aku Sherry," aku membetulkannya. Wah, ternyata ini kamar seniman aneh ini. Pantes. "Tidak apa-apa kan aku di sini? Sibuk?" tanyaku sambil menyeruput bir yang tadi diberikannya. Ah, segar sekali. Seperti bir yang paling enak di dunia. Aneh.


"Oh.. gak papa.. santai saja. Anggap rumah sendiri. Aku tidak begitu sibuk. Tadi baru saja dari rumah sakit. Zi, kamu kenal Zi? Dia tetangga depan kamarku, tadi terpeleset ditangga darurat" cerocosnya. Dia pun duduk di sampingku, sisi sofa sebelah satunya lagi sehingga kamu bisa berhadap-hadapan, akupu membetulkan posisi dudukku.


"Wah? Gawat kah?" tanyaku spontan.


"Lumayan, tapi CJ bilang dia tidak apa-apa.." ujarnya santai. Kemudian mengambil gitar (oh rupanya gitar itu masih bisa berfungsi) dan mulai memetik-metik benerapa nada.


Aku diam. Tidak mengerti apa yang dikatakannya. Aku rasa orang ini cukup nyentrik. Dan aku rasa orang ini bisa diajak diskusi tentang masalahku. Sudah ada bir lagi ditangan kita berdua. Heheheheheheheheheee….


Sherry

plot/ seri 01/ eps.002: SHERRY/ post: #004. prev post: http://appartemant16.blogspot.com/2010/07/029-1605.html


No comments:

Post a Comment