Lantai 16

7/11/10

#27: 1601

in this story: Florisia Rainarki, Rasuna Adikara

Beng tidak terlalu lama diam di apartemenku. Setelah menyelesaikan sarapan dan sedikit chit-chat tentang karier senimannya, dia langsung pamit. Katanya hendak pergi ke Gasibu. Meskipun terlihat kasar, aku tahu bahwa pria itu sebetulnya cukup baik dan sopan. Namun entah apa yang terjadi di masa lalunya sehingga dia berubah menjadi orang yang terlihat menyeramkan seperti itu.

Beng juga memuji masakanku. Satu hal yang tak pernah kudapatkan dari keluarga mertuaku plus bekas suamiku dulu. Buat mereka, masakanku selalu kurang enak. Kurang garam lah, kemanisan lah. Protes aja terus. Duh.

Aku melirik jam. Jam sembilan pagi. Saatnya mandi, gosok gigi dan jalan pagi. Kata dokter kandunganku, meskipun hamil calon ibu tetap harus bergerak dan berolahraga ringan. Aku menyambar handuk lalu beringsut ke kamar mandi. Bersegera memulai hari.

**
Aku memutar kunci pintu apartemen. Rambut dan badanku sudah wangi. Baju sudah rapi. Kulihat seseorang sedang menonton televisi di lobi. Aku tak tahu pasti siapa. pandanganku buram.

Ceklik.

Pintu kamar di 1602 terbuka. sesosok perempuan dengan rambut basah keluar dengan wajah tanpa dosa. Kemeja flanel kotak-kotaknya tampak kebesaran di tubuh mungil itu. Aku sedikit mengeryit. Kamar di depanku adalah milik Jeko. pemuda tanggung yang menyangka dia seorang cassanova. Bukan kali ini juga dia membawa perempuan ke kamarnya, namun biasanya perempuan-perempuan itu tidak keluar kamar dengan tampang habis mandi seperti ini.

Perempuan itu tersenyum kepadaku. Aku lantas balas tersenyum.

"Halo, saya Florisia Rainarki. Saya penghuni baru di kamar 1606. Yang di pojokan sana!" dia memperkenalkan diri dengan ramah.
Duh! dasar Jeko cassanova sialan! anak baru dia embat juga.
"Saya Ziantine Larasati."
Dia mengangguk dan menyodorkan tangan. Kami lantas bersalaman sebelum dia melangkah mendahuluiku. langsung pulang ke kamarnya yang di ujung sana.

Jeko, Jeko! Dipikir-pikir hebat juga sih, dia bisa secepat itu menggaet anak baru yang terlihat polos itu. Aku jadi ingat beberapa 'teman' yang sempat dibawanya dalam jangka waktu dua minggu aku disini. Semuanya dengan dandanan gaul ala masa kini but with very different styles. Ada yang manis seperti permen, gothic, feminim, tomboy dan yah da juga dari mereka yang memiliki dandanan aneh. Make up ala ganguro, mini skirt, dan tank top warna cerah. Err pernah juga sih aku melihat dia masuk dengan seorang laki-laki metroseksual. Lalu saat aku lewat depan kamarnya aku mendengar suara ranjang yang beradu dengan dinding. Duk..duk. Hmm, mungkin Jeko seorang biseks.

Aku berdiri di depan lift. menunggu balok itu untuk menurunkanku kebawah.

"Liftnya rusak Zi!" sebuah suara mengagetkanku.
Aku menoleh, ternyata itu Jeko. Dia rupanya yang sedang menonton televisi.
"Naik tangga aja. Ngga apa-apa kan?" pandangannya mengarah ke perutku.
Aku tersenyum menyadari arah matanya. Ternyata banyak yang peduli pada janinku disini. Beng, lalu dia, si Don Juan Abad 21.
"oh, ngga apa-apa kok! ya sudah saya turun dulu ya. Dah Jeko!" saya pamit padanya.
Dalam hati saya mengutuk diri sendiri. Kenapa harus bilang "Dah Jeko?" dengan gaya seperti itu ya? seolah aku naksir dia saja.

Aku menuruni tangga pelan-pelan namun kurasakan seseorang mengikutiku dari belakang. Aku menoleh. Si Jeko ternyata ikut turun. Pandangan kami bertemu dan aku tersenyum.

"Mau turun juga?" tanyaku basa-basi.
"Tadinya sih engga, tapi sekalian nemenin kamu aja. Saya ngga tega liat wanita hamil seperti kamu harus pake tangga dari lantai 16. Takut kenapa-napa!" ujarnya sambil menatap sepatu. mungkin malu.
"padahal ngga apa-apa, lagian jangan didoain kenapa-napa dong!" kataku sambil tersenyum.
Dia cuma nyengir kuda.

Kami turun dalam damai dan hening. Baru di Lantai 10 dan aku sudah ngos-ngosan. Padahal jalanku pelan-pelan dan medan menurun. Sesosok perempuan muncul dari bawah. Dari jauh saja sudah tercium bau alokohol menyeruak. Aku menahan nafas. Tiba-tiba merasa mual.

"Hai Sherry!" Jeko menyapanya saat perempuan dugem berambut coklat itu melewati kami.
"Halo Jeko, Halo Zi!" dia balik menyapa dengan ramah. rupanya dia tak terlalu mabuk hari ini.
Aku balas dengan menaikkan alis sambil tersenyum.

Sherry lantas terus naik ke atas. Jalannya agak sempoyongan. Dari sudut mata, bisa kulihat
Jeko mengiringi kepergian Sherry dengan pandangannya. Mungkin dia juga ingin mengantar Sherry ke atas, ke kamarnya, lalu mereka bisa bercinta. Aku tertawa dalam hati mendengar pikiranku sendiri. Ibu hamil mungkin suka melantur ya? Atau karena bayiku yang memiliki naluri gosip tinggi? hehehe.

Sialnya, karean melamun. aku tidak memperhatikan jalan dan melewatkan satu anak tangga.

Brak!Bruk!

Aku terguling-guling. Saat sadar, aku sudah di bawah. di tangga menuju lantai 9. ada yang basah mengalir di pahaku. Merembes dari dress selutut yang kukenakan. Merah. Lamat-lamat kudengar suara teriakan Jeko sebelum segalanya mengabur dan menjadi hitam.

Ziantine Larasati
plot/ seri 01/ eps.002: SHERRY/ post: #004. prev post: http://appartemant16.blogspot.com/2010/07/024-1602.html

No comments:

Post a Comment