in this story: Kolabton Nawalem, Sherry.
*Plop*
*Plop*
Mendadak ada sms masuk ke blackberryku. Pesan singkat dari atasanku. Prada, besok temani saya meeting ya! Ada penawaran dari klien baru. Saya tunggu di Patra Jasa pukul 9 pagi. Bisa dibilang saya termasuk anak emas Bos Ratu. Begitu kami memanggil Pemimpin Redaksi kami. Tidak ada yang bisa menolak permintaannya, bahkan dia terkesan tidak pernah meminta, semua diputuskan olehnya. Kadang menyebalkan, namun apa mau dikata, toh dia atasanku.
Sebagai "anak emas" Bos Ratu, aku selalu diberikan privilege lebih di antara teman-teman sekantor. Kadang aku bisa memutuskan sendiri apa yang mau kuliput, bahkan pernah beberapa kali aku yang menetapkan isu untuk satu edisi.
Baik, bu. Selamat malam. *SMS sent*
Kulirik orang-orang sebelahku, terlihat sekali mereka gelisah, terlebih lagi Jeko. Sudah terlalu malam. Aku harus pulang. "Aku pulang duluan ya? Besok ada meeting pagi, aku tidak boleh telat untuk hal ini. Jeko, kamu baik-baik saja kan? Tenang, Zi pasti baik-baik saja," ujarku sambil tersenyum pada Jeko. Jeko masih belum banyak bicara. Hanya enam patah kata. "Iya, kamu hati-hati di jalan," ujar Jeko.
Setelah pamit kepada semua orang yang masih menemani Jeko, aku pun beranjak ke arah pintu keluar. Tiba-tiba. "Prada!" Ada yang memanggilku. Oh ternyata si hippies. "Ya?" "Aku juga mau pulang, biasa jadwal ngamenku sebentar lagi. Tenang, si Jon sudah kubayar untuk menemani Jeko takut mendadak perlu apa-apa," imbuh si hippies alias Kolab. Itu nama aslinya. "Baiklah," ujarku sambil tersenyum. Dan kami pun meninggalkan Hermina menuju Seguni.
Kami memutuskan untuk naik taksi. Beruntung ada taksi yang baru saja menurunkan penumpang di lobi. Segera kami stop untuk ditumpangi.
"Oh iya, maaf yaa kameranya belum dikembalikan. Masih belum saya transfer foto-fotonya ke laptop saya," ujarku memecah keheningan taksi ini.
"Ohh iya ga papa, lagipula kan saya sudah bilang, saya punya banyak kamera. Jadi kalau cuma satu yang dipinjam sih ga masalah. Kalau semuanya baru, sayanya kelabakan. Hahahahaha," si hippies ternyata periang. Bisa kunilai dari gelak tawanya yang begitu lepas. "Jadi, bagaimana Solo?"
"Solo menyenangkan. Pekerjaan di sana lancar, thanks to your camera," ujarku sambil tersenyum.
"Hahahaha, sama-sama. Senang bisa ngebantu kok. Tadinya saya mau ke Solo juga, cuma ga jadi."
"Loh? Mau ke Solo juga? Kenapa ga jadi?"
"Iya, ga jadi aja, hehehhee.. CJ mendadak bilang ga usah kesana, jadi ga jadi deh,"
"CJ?"
"Itu, si calon janin Zi. Dia sering main ke kamarku. Dia temanku, bahkan terkadang jadi penasehatku," Kolab tidak berhenti tertawa. Semua perkataannya diselipkan dengan tawa. Namun ia mendadak tertunduk. "Semoga CJ baik-baik saja ya. Dia bilang sih dia baik-baik saja. Semoga dia benar." Mendadak raut muka si hippies sedikit tertekuk.
"Aku yakin mereka baik-baik saja," ujarku sambil tersenyum berharap sedikit meredakan kesedihannya.
Tidak terasa kami sudah sampai di depan Apartemen Seguni. Usai membayar si taksi, kami beranjak pergi menuju lobi. "Mbak Prada, Mas Kolab. Mbak Zi baik-baik saja kan ya?" tanya Susi si gadis lobi. "Tadi masih dioperasi. Semoga semuanya baik-baik saja ya? Kamu berdoa juga ya, Susi," jawabku. "Pasti mbak! Oh iya. Liftnya sudah benar." "Terima kasih yaa, Susi," tuturku sambil meninggalkan Susi.
Kupencet angka 16. Kulirik Kolab, dia masih agak diam, maksudnya, tidak seceria tadi sebelum membahas janin Zi. "Kamu ga papa, Kolab?" tanyaku. "Hm? Oh ga papa, hehehe," jawabnya sambil menyengir. Wah? Cepat sekali perubahan emosinya.
*Ding*
Kami sampai juga di lantai 16. Sepi. Jelas.
"Nanti aku ke kamarmu ya setelah selesai memindahkan datanya," ujarku pada Kolab yang sudah beranjak ke kamarnya.
"Oke," jawabnya singkat.
Kubuka pintu cokelat tuaku. Kulewati pantry yang masih berhiaskan piring dan gelas bekas yang belum dicuci, hmmm mungkin sejak seminggu yang lalu. Si malas masing menggerogotiku. Segera kuberanjak ke meja kerjaku. Letaknya sejajar dengan kasur king size-ku. Nyalakan si toshi, transfer foto, charge PSP, kembalikan kamera, mandi, tidur. Rentetan agenda beberapa menit ke depan sudah sibuk mengantre di kepalaku. Oke, oke, satu-satu.
Dalam hitungan menit, kamera si hippies sudah ada di tanganku. Siap dikembalikan ke si empunya yang punya barang. Beranjaklah aku ke kamar si hippies. Seperti biasa, pintunya terbuka begitu saja. Oh ada tamu ternyata. Hmm, bau ini. Pasti Sherry.
"Permisi," ujarku sambil mengetuk pintu dan masuk. "Oh kamu di sini juga, sher?"
"Eh, Prada. Iya nih, lagi cerita-cerita aja sama Kolab. Tadinya mau cerita ke kamu, tapi kamunya belum pulang tampaknya," tutur Sherry yang asik meneguk bir daritadi.
"Oh, tadi ke rumah sakit,"
"Iya si Kolab ini juga baru cerita. Semoga Zi baik-baik saja ya."
Kolab masih asik menyetem gitar. Sesekali meneguk bir yang semerk dengan yang dipegang Sherry.
"Kolab, ini kameramu. Terima kasih banyak ya,"
"Sip. Sama-sama. Kalau perlu apa-apa lagi. Tinggal kesini aja. Ga usah ragu-ragu lah," ujar Kolab yang masih asik sendiri.
"Oke. Aku ke kamar ya. Sher, aku ke kamar ya. Kamu kalau ada apa-apa, ke kamar aja. Oke?" ujarku seraya meninggalkan mereka berdua. "Oh! hampir lupa! Kamu sudah baca artikel-artikelku?"
"Belum semuanya. Tadi baru sekilas-sekilas saja. Terima kasih ya! Pasti aku baca," jawab Sherry sambil tersenyum. Manis. Semanis wangi parfumnya yang khas itu.
Aku beranjak ke kamarku. Mandi. Tidur. Tinggal dua pengantre di otakku. Selamat malam kalau begitu :)
Prada Prameshwari
plot/ seri 01/ eps.002: SHERRY/ post: #007. prev post: http://appartemant16.blogspot.com/2010/07/035-1604.html
Sebagai "anak emas" Bos Ratu, aku selalu diberikan privilege lebih di antara teman-teman sekantor. Kadang aku bisa memutuskan sendiri apa yang mau kuliput, bahkan pernah beberapa kali aku yang menetapkan isu untuk satu edisi.
Baik, bu. Selamat malam. *SMS sent*
Kulirik orang-orang sebelahku, terlihat sekali mereka gelisah, terlebih lagi Jeko. Sudah terlalu malam. Aku harus pulang. "Aku pulang duluan ya? Besok ada meeting pagi, aku tidak boleh telat untuk hal ini. Jeko, kamu baik-baik saja kan? Tenang, Zi pasti baik-baik saja," ujarku sambil tersenyum pada Jeko. Jeko masih belum banyak bicara. Hanya enam patah kata. "Iya, kamu hati-hati di jalan," ujar Jeko.
Setelah pamit kepada semua orang yang masih menemani Jeko, aku pun beranjak ke arah pintu keluar. Tiba-tiba. "Prada!" Ada yang memanggilku. Oh ternyata si hippies. "Ya?" "Aku juga mau pulang, biasa jadwal ngamenku sebentar lagi. Tenang, si Jon sudah kubayar untuk menemani Jeko takut mendadak perlu apa-apa," imbuh si hippies alias Kolab. Itu nama aslinya. "Baiklah," ujarku sambil tersenyum. Dan kami pun meninggalkan Hermina menuju Seguni.
Kami memutuskan untuk naik taksi. Beruntung ada taksi yang baru saja menurunkan penumpang di lobi. Segera kami stop untuk ditumpangi.
"Oh iya, maaf yaa kameranya belum dikembalikan. Masih belum saya transfer foto-fotonya ke laptop saya," ujarku memecah keheningan taksi ini.
"Ohh iya ga papa, lagipula kan saya sudah bilang, saya punya banyak kamera. Jadi kalau cuma satu yang dipinjam sih ga masalah. Kalau semuanya baru, sayanya kelabakan. Hahahahaha," si hippies ternyata periang. Bisa kunilai dari gelak tawanya yang begitu lepas. "Jadi, bagaimana Solo?"
"Solo menyenangkan. Pekerjaan di sana lancar, thanks to your camera," ujarku sambil tersenyum.
"Hahahaha, sama-sama. Senang bisa ngebantu kok. Tadinya saya mau ke Solo juga, cuma ga jadi."
"Loh? Mau ke Solo juga? Kenapa ga jadi?"
"Iya, ga jadi aja, hehehhee.. CJ mendadak bilang ga usah kesana, jadi ga jadi deh,"
"CJ?"
"Itu, si calon janin Zi. Dia sering main ke kamarku. Dia temanku, bahkan terkadang jadi penasehatku," Kolab tidak berhenti tertawa. Semua perkataannya diselipkan dengan tawa. Namun ia mendadak tertunduk. "Semoga CJ baik-baik saja ya. Dia bilang sih dia baik-baik saja. Semoga dia benar." Mendadak raut muka si hippies sedikit tertekuk.
"Aku yakin mereka baik-baik saja," ujarku sambil tersenyum berharap sedikit meredakan kesedihannya.
Tidak terasa kami sudah sampai di depan Apartemen Seguni. Usai membayar si taksi, kami beranjak pergi menuju lobi. "Mbak Prada, Mas Kolab. Mbak Zi baik-baik saja kan ya?" tanya Susi si gadis lobi. "Tadi masih dioperasi. Semoga semuanya baik-baik saja ya? Kamu berdoa juga ya, Susi," jawabku. "Pasti mbak! Oh iya. Liftnya sudah benar." "Terima kasih yaa, Susi," tuturku sambil meninggalkan Susi.
Kupencet angka 16. Kulirik Kolab, dia masih agak diam, maksudnya, tidak seceria tadi sebelum membahas janin Zi. "Kamu ga papa, Kolab?" tanyaku. "Hm? Oh ga papa, hehehe," jawabnya sambil menyengir. Wah? Cepat sekali perubahan emosinya.
*Ding*
Kami sampai juga di lantai 16. Sepi. Jelas.
"Nanti aku ke kamarmu ya setelah selesai memindahkan datanya," ujarku pada Kolab yang sudah beranjak ke kamarnya.
"Oke," jawabnya singkat.
Kubuka pintu cokelat tuaku. Kulewati pantry yang masih berhiaskan piring dan gelas bekas yang belum dicuci, hmmm mungkin sejak seminggu yang lalu. Si malas masing menggerogotiku. Segera kuberanjak ke meja kerjaku. Letaknya sejajar dengan kasur king size-ku. Nyalakan si toshi, transfer foto, charge PSP, kembalikan kamera, mandi, tidur. Rentetan agenda beberapa menit ke depan sudah sibuk mengantre di kepalaku. Oke, oke, satu-satu.
Dalam hitungan menit, kamera si hippies sudah ada di tanganku. Siap dikembalikan ke si empunya yang punya barang. Beranjaklah aku ke kamar si hippies. Seperti biasa, pintunya terbuka begitu saja. Oh ada tamu ternyata. Hmm, bau ini. Pasti Sherry.
"Permisi," ujarku sambil mengetuk pintu dan masuk. "Oh kamu di sini juga, sher?"
"Eh, Prada. Iya nih, lagi cerita-cerita aja sama Kolab. Tadinya mau cerita ke kamu, tapi kamunya belum pulang tampaknya," tutur Sherry yang asik meneguk bir daritadi.
"Oh, tadi ke rumah sakit,"
"Iya si Kolab ini juga baru cerita. Semoga Zi baik-baik saja ya."
Kolab masih asik menyetem gitar. Sesekali meneguk bir yang semerk dengan yang dipegang Sherry.
"Kolab, ini kameramu. Terima kasih banyak ya,"
"Sip. Sama-sama. Kalau perlu apa-apa lagi. Tinggal kesini aja. Ga usah ragu-ragu lah," ujar Kolab yang masih asik sendiri.
"Oke. Aku ke kamar ya. Sher, aku ke kamar ya. Kamu kalau ada apa-apa, ke kamar aja. Oke?" ujarku seraya meninggalkan mereka berdua. "Oh! hampir lupa! Kamu sudah baca artikel-artikelku?"
"Belum semuanya. Tadi baru sekilas-sekilas saja. Terima kasih ya! Pasti aku baca," jawab Sherry sambil tersenyum. Manis. Semanis wangi parfumnya yang khas itu.
Aku beranjak ke kamarku. Mandi. Tidur. Tinggal dua pengantre di otakku. Selamat malam kalau begitu :)
Prada Prameshwari
plot/ seri 01/ eps.002: SHERRY/ post: #007. prev post: http://appartemant16.blogspot.com/2010/07/035-1604.html
No comments:
Post a Comment