in this story: Prada Prameshwari, Sherry
“Bam! Dug! Anying!!” akh sakit sekali rasanya terjatuh dari ranjang gantung saya yang tiba-tiba berputar. Kombinasi kepala terjedug lantai corak kayu dan rambut terbelit di ranjang juga lumayan. “Yasalam..kemaleman deh,” keluh malas saya melihat jam raksasa yang terpasang di atap, dimana lampu menjadi sumbu tengahnya. Sudah jam 11 malam rupanya. Sudah tidak ada mood untuk bekerja, lagipula tidak akan ada yang memecat juga kalau bolos lagi.
Saya benarkan rambut yang terlilit kemudian duduk mengangkang dan melihat seisi kamar. “bangsat!” teriak saya melihat kepala wanita berambut panjang tergolek. Oh ternyata itu kepala si malin kundang. Ya saya dan CJ sudah memberi nama manequin pemberian penggemar saya dini hari tadi.
Nama itu kami dapatkan setelah semalam manequin itu membuat kami kaget dengan tiba-tiba berbicara, yang setelah itu kami kutuk menjadi manequin lagi. Entah kenapa kepalanya bisa lepas.
Sepi dan kembali kepada Ricardo. Sekelebat saja saya mendapat ide untuk mengganti semua senar Ricardo. Tiba-tiba saja “Tok toroktotok.. ” pintu kamar bunyi, dan ada kepala perempuan menengok. “Malin ada dua!” teriak saya langsung. Perempuan itu tidak kaget, malah bicara dan meminjam kamera.
"Tumben masih di sini jam segini? Ga keluar?" kata perempuan itu sopan. "Oooh, engga. Lagi pengen aja malem ini di sini,” jawab saya. "Ohhh...Eh iya, kamu ada kamera? Punya saya masih di tukang reparasi, tapi besok ada liputan dadakan ke Solo," selosor perempuan itu. “Ada banyak sebentar ya,” pungkasku. Kuberikan kameranya dan dia langsung pergi. “Gila!! Muka perempuan itu mirip sekali dengan si manequin,” teriakku setelah dia pergi. Pasti perempuan sibuk maniak games yang diceritakan CJ tempo hari fiuh…
“Doeng..deng..teng..teng..” kembali dalam proses mengganti senar ricardo. Baru senar ketiga dan saya berhenti menunduk melihat dada dan kemudian seluruh tubuh saya. “loh?? Kenapa saya berpakaian lengkap gini ya?” pikir saya keheranan. Hampir tidak pernah saya tidur mengenakan pakaian lengkap. Saya menebak pasti saya tidur berjalan lagi.
Saya jadi ingat sedikit sepertinya saya mengajak seorang perempuan acak-acak an bercinta di tangga darurat entah kapan. “Siapa ya kira-kira? Jangan-jangan anak dugem rambut coklat di pojokan itu ya?? Sheva?? Sherpa? Sherina? Ah lupa sebentar lagi tanya-tanya CJ saja lah,” pikir saya sambil lanjut masang senar Ricardo.
Setelah 12 menit waktu kamar kakek. “Oke selesai sudah!!,” kataku. Bosan melanda. Saatnya berkreasi menuju imajinasi. Saya tarik laci keluar “halah?? Mana??” ujar saya sambil melas-males. Ternyata persediaan barang ajaib habis. Oh sungguh sial. Terpaksa delivery deh.
“Jon laper nih kirim ya,” ujar saya melalui ponsel Nokia pisang klasik kepada seorang teman akrab. “berapa banyak?” balas seorang teman akrab. “biasalah,” pungkasku.
Tak lama Jon pun datang “nih Lab,” ujar jon. “sip thanx,” kataku. “Eh Lab tadi gw gawe nganter cewe pake taksi gw ke apartemen ini juga,” cerocos Jon. “Kek mana bocahnya,” tanya saya. “Noh percis ama tu pala boneka!!” teriak Jon sambil nunjuk kepala Malin Kundang si manequin. “oh iye tetangga itu mah atu lante,” tukas saya. “udah balik sono loh gw mo jalan-jalan,” lanjut saya. Jon si supir taksi sekaligus baik hatipun pulang. Tak lama CJ datang dan menyarankan saya ikut ke Solo bareng si perempuan game. “Hmm.. gimana Ricardo ada saran?? Malin??” tanyaku.
Tiba-tiba suara berat menyahut “udeh ikut aje ah payah lu.” Saya langsung merebahkan badan dan melihat ke atap penasaran siapa yang nyahut. Dan saya berujar “lah kek?? Ngapain luh gelantungan di jam?? Gw kira cewe bikini amrik ah payah!!”
“Bam! Dug! Anying!!” akh sakit sekali rasanya terjatuh dari ranjang gantung saya yang tiba-tiba berputar. Kombinasi kepala terjedug lantai corak kayu dan rambut terbelit di ranjang juga lumayan. “Yasalam..kemaleman deh,” keluh malas saya melihat jam raksasa yang terpasang di atap, dimana lampu menjadi sumbu tengahnya. Sudah jam 11 malam rupanya. Sudah tidak ada mood untuk bekerja, lagipula tidak akan ada yang memecat juga kalau bolos lagi.
Saya benarkan rambut yang terlilit kemudian duduk mengangkang dan melihat seisi kamar. “bangsat!” teriak saya melihat kepala wanita berambut panjang tergolek. Oh ternyata itu kepala si malin kundang. Ya saya dan CJ sudah memberi nama manequin pemberian penggemar saya dini hari tadi.
Nama itu kami dapatkan setelah semalam manequin itu membuat kami kaget dengan tiba-tiba berbicara, yang setelah itu kami kutuk menjadi manequin lagi. Entah kenapa kepalanya bisa lepas.
Sepi dan kembali kepada Ricardo. Sekelebat saja saya mendapat ide untuk mengganti semua senar Ricardo. Tiba-tiba saja “Tok toroktotok.. ” pintu kamar bunyi, dan ada kepala perempuan menengok. “Malin ada dua!” teriak saya langsung. Perempuan itu tidak kaget, malah bicara dan meminjam kamera.
"Tumben masih di sini jam segini? Ga keluar?" kata perempuan itu sopan. "Oooh, engga. Lagi pengen aja malem ini di sini,” jawab saya. "Ohhh...Eh iya, kamu ada kamera? Punya saya masih di tukang reparasi, tapi besok ada liputan dadakan ke Solo," selosor perempuan itu. “Ada banyak sebentar ya,” pungkasku. Kuberikan kameranya dan dia langsung pergi. “Gila!! Muka perempuan itu mirip sekali dengan si manequin,” teriakku setelah dia pergi. Pasti perempuan sibuk maniak games yang diceritakan CJ tempo hari fiuh…
“Doeng..deng..teng..teng..” kembali dalam proses mengganti senar ricardo. Baru senar ketiga dan saya berhenti menunduk melihat dada dan kemudian seluruh tubuh saya. “loh?? Kenapa saya berpakaian lengkap gini ya?” pikir saya keheranan. Hampir tidak pernah saya tidur mengenakan pakaian lengkap. Saya menebak pasti saya tidur berjalan lagi.
Saya jadi ingat sedikit sepertinya saya mengajak seorang perempuan acak-acak an bercinta di tangga darurat entah kapan. “Siapa ya kira-kira? Jangan-jangan anak dugem rambut coklat di pojokan itu ya?? Sheva?? Sherpa? Sherina? Ah lupa sebentar lagi tanya-tanya CJ saja lah,” pikir saya sambil lanjut masang senar Ricardo.
Setelah 12 menit waktu kamar kakek. “Oke selesai sudah!!,” kataku. Bosan melanda. Saatnya berkreasi menuju imajinasi. Saya tarik laci keluar “halah?? Mana??” ujar saya sambil melas-males. Ternyata persediaan barang ajaib habis. Oh sungguh sial. Terpaksa delivery deh.
“Jon laper nih kirim ya,” ujar saya melalui ponsel Nokia pisang klasik kepada seorang teman akrab. “berapa banyak?” balas seorang teman akrab. “biasalah,” pungkasku.
Tak lama Jon pun datang “nih Lab,” ujar jon. “sip thanx,” kataku. “Eh Lab tadi gw gawe nganter cewe pake taksi gw ke apartemen ini juga,” cerocos Jon. “Kek mana bocahnya,” tanya saya. “Noh percis ama tu pala boneka!!” teriak Jon sambil nunjuk kepala Malin Kundang si manequin. “oh iye tetangga itu mah atu lante,” tukas saya. “udah balik sono loh gw mo jalan-jalan,” lanjut saya. Jon si supir taksi sekaligus baik hatipun pulang. Tak lama CJ datang dan menyarankan saya ikut ke Solo bareng si perempuan game. “Hmm.. gimana Ricardo ada saran?? Malin??” tanyaku.
Tiba-tiba suara berat menyahut “udeh ikut aje ah payah lu.” Saya langsung merebahkan badan dan melihat ke atap penasaran siapa yang nyahut. Dan saya berujar “lah kek?? Ngapain luh gelantungan di jam?? Gw kira cewe bikini amrik ah payah!!”
Kolabton Nawalem
plot/ seri 01/ eps.002: SHERRY/ post: #003. prev post: http://appartemant16.blogspot.com/2010/07/012-1600.html
plot/ seri 01/ eps.002: SHERRY/ post: #003. prev post: http://appartemant16.blogspot.com/2010/07/012-1600.html
No comments:
Post a Comment