Pernahkah kau merasakan penasaran, namun tidak bisa atau tidak berani beranjak dari tempatmu berdiri? Seperti keingintahuan melihat hantu? Itulah yang kurasakan saat melihat perempuan yang mirip Yuri tadi.
Tiba-tiba aku teringat saat masih kelas lima SD. Waktu itu pagi-pagi sekali. Kira-kira pukul empat. Aku tidur di ruang tamu. Di luar aku mendengar suara langkah diseret-seret. Aku, dengan mata yang masih ngantuk, menggeser tirai dan mengintip keluar.
Di depan pagar rumahku, sesosok putih jalan membungkuk. Langkahnya menyisakan bunyi "srek srek" menakutkan. Aku terpaku. Tangan dan kakiku dingin. Bulu di seluruh pori-pori tubuhku menegang. Aku takut, namun tetap penasaran jika sosok itu sewaktu-waktu menoleh ke arahku. Sepuluh menit yang terasa berabad-abad.
Tiba-tiba langkah itu berhenti di depan pagarku. Aku menahan nafasku saat mahluk itu mengeluarkan suara aneh. Dia terbatuk. Sejurus kemudian dia menarik kulit kepalanya.
Dan, ternyata.... itu mukenah.
Mahluk itu adalah nenek yang tinggal di depan rumahku. Dia mau berangkat sholat subuh. Yaelah.. Kirain apa. Ceritanya memang agak payah di bagian akhir, yah, tapi itulah gambaran bagaimana rasa penasaran dan juga takut yang aku rasakan. Apalagi sosok ini mirip Yuri Fania. Satu-satunya perempuan yang berhasil menaklukkan hatiku yang sedingin es mambo.
Aku masih berdiri di belakang pintu. Ingin memutar kenop dan setidaknya mengintip. Tetapi tanganku gemetar hebat. Seperti habis dipukul dengan kepala ikat pinggang atau sapu oleh kedua orang tuaku saat aku nakal dulu. "Dasar anak anjing!" teriak ibuku. Ingatan yang membuat keadaan makin tidak enak.
Aku putus asa.
Mengapa aku lemah sekali? Orang yang mimpi menjadi pria sejati padahal cuma bisa onani dan sok nyeni.
"DIAAAAAMM!" semprotku pada pikiran yang bercuap jahat.
Aku lari ke dapur dan mengambil pisau. Aku tancapkan pisau itu ke pintu. Berulang-ulang. Aku buat pola asal-asalan. Dan entah bagaimana, darah segar menetes dari pintu itu.
"Beng..."
Mataku membelalak. Suara itu mirip suara ibuku...
Langa Beng Otanga
plot/ seri 01/ eps.002: BIBIT PSIKOPAT DI KEBUN SINGKONG/ post: #003. prev post: -
Tiba-tiba aku teringat saat masih kelas lima SD. Waktu itu pagi-pagi sekali. Kira-kira pukul empat. Aku tidur di ruang tamu. Di luar aku mendengar suara langkah diseret-seret. Aku, dengan mata yang masih ngantuk, menggeser tirai dan mengintip keluar.
Di depan pagar rumahku, sesosok putih jalan membungkuk. Langkahnya menyisakan bunyi "srek srek" menakutkan. Aku terpaku. Tangan dan kakiku dingin. Bulu di seluruh pori-pori tubuhku menegang. Aku takut, namun tetap penasaran jika sosok itu sewaktu-waktu menoleh ke arahku. Sepuluh menit yang terasa berabad-abad.
Tiba-tiba langkah itu berhenti di depan pagarku. Aku menahan nafasku saat mahluk itu mengeluarkan suara aneh. Dia terbatuk. Sejurus kemudian dia menarik kulit kepalanya.
Dan, ternyata.... itu mukenah.
Mahluk itu adalah nenek yang tinggal di depan rumahku. Dia mau berangkat sholat subuh. Yaelah.. Kirain apa. Ceritanya memang agak payah di bagian akhir, yah, tapi itulah gambaran bagaimana rasa penasaran dan juga takut yang aku rasakan. Apalagi sosok ini mirip Yuri Fania. Satu-satunya perempuan yang berhasil menaklukkan hatiku yang sedingin es mambo.
Aku masih berdiri di belakang pintu. Ingin memutar kenop dan setidaknya mengintip. Tetapi tanganku gemetar hebat. Seperti habis dipukul dengan kepala ikat pinggang atau sapu oleh kedua orang tuaku saat aku nakal dulu. "Dasar anak anjing!" teriak ibuku. Ingatan yang membuat keadaan makin tidak enak.
Aku putus asa.
Mengapa aku lemah sekali? Orang yang mimpi menjadi pria sejati padahal cuma bisa onani dan sok nyeni.
"DIAAAAAMM!" semprotku pada pikiran yang bercuap jahat.
Aku lari ke dapur dan mengambil pisau. Aku tancapkan pisau itu ke pintu. Berulang-ulang. Aku buat pola asal-asalan. Dan entah bagaimana, darah segar menetes dari pintu itu.
"Beng..."
Mataku membelalak. Suara itu mirip suara ibuku...
Langa Beng Otanga
plot/ seri 01/ eps.002: BIBIT PSIKOPAT DI KEBUN SINGKONG/ post: #003. prev post: -
No comments:
Post a Comment