Lantai 16

8/11/10

#044: 1602

kupapah Prada kembali ke kamarnya, dua wanita yang kamarnya di sudut lantai berdiri dengan tatapan kosong, menyeruput rokok untuk mengusir cemas yang tak bisa disembunyikan raut wajah masing-masing. Kolab dan Ziantine memilih untuk kembali masuk kamar, entah menandas ranjang atau begitu takut atas kejadian aneh yang terjadi pagi ini.

“mana mungkin di lantai ini ada bekas anggota mereka Jek?” tanya Prada gemetar saat kubaringkan ia di tempat tidurnya. kutahu jelas, maksud Prada adalah organisasi massa Front Kepala Kambing, sekumpulan preman pembikin onar yang punya hobi sweeping. dengan peci bertanduk kambing, mereka berkedok membela hukum agama, tapi sejumlah media mengindikasikan mereka sebagai sekte pemuja setan dengan sesaji kepala kambing.

Prada jelas masih ingat mereka, tepat setahun lalu aku mengantarnya interview ke seorang perancang busana terkenal, ketika sekumpulan orang berpeci kepala kambing meringsek masuk ke rumah sang desainer, di mana kami berdua terjebak di dalamnya. mereka menganiaya desainer tersebut hingga babak belur. kami selamat karena ketika mereka datang, langsung ambil wudhu dan pura-pura sholat, peduli setan meski Prada menganut Nasrani, yang penting kami selamat.

massa yang menamakan Front Kepala Kambing tersebut menuduh sang desainer sebagai cikal bakal menjamurnya homoseksual di negara ini. organisasi massa yang didirikannya Koboi Brokbek menjadi rumah aspirasi yang kuat bagi kaum pecinta sesama jenis tersebut untuk berani tampil. kalau tak salah slogan Koboi Brokbek adalah ‘now we’re visible’. jadi ingat karena beberapa orang yang masuk ke rumah dan menganiaya perancang busana tersebut memakai baju bertuliskan, ‘visibel itu imposibel’. aku jelas, jadi sebel.

sampai sekarang aku tak pernah takut pada organisasi tersebut, bahkan setelah teror ini. tinggal pura-pura sholat saja, ah kejadian setahun lalu itu selalu aku ingat. kejadian penyerangan itu adalah awal dari serangkaian chaos yang dikreasi oleh ormas tersebut di seluruh penjuru negeri. sampai kini, baik pemerintah maupun polisi, seperti tak punya taring untuk mengembalikan mereka ke neraka.

para aktor intelektual ormas tersebut, menurut berita di sebuah media massa, terdiri dari beberapa orang yang saling menjaga rahasia. sekali masuk takkan pernah bisa keluar, persis seperti tulisan yang tertera di dinding lobi lantai. sistem kerja mereka seperti intelejen, tak pernah bertemu satu sama lain, tapi mampu mengolaborasi serangkaian chaos yang membuat banyak kaum minoritas di negeri ini pontang-panting ketakutan.

bila kau sering melihat ketua front tersebut seolah-olah yang paling bertanggung jawab atas serangkaian kerusuhan yang diciptakan anggotanya, kau salah. menurut temanku yang merupakan orang dalam media tersebut, aktor-aktor intelejen yang junlahnya tak lebih dari lima orang tersebut disebut-sebut memiliki kedudukan lebih tinggi dari sang ketua, bahkan konon lebih tinggi dari kepala polisi negeri ini.

“jadi wajar kalau polisi tak bisa berbuat apa-apa. konon para aktor intelektual ini percaya, kalau kerusuhan-kerusuhan kecil yang mereka cipta, adalah tumbal demi mencegah kerusuhan besar yang bisa menghancurkan negeri ini. terserah percaya atau tidak, setiap kali mereka melakukan sweeping akbar, seratus kambing dikurbankan, tapi tak ada yang pernah tahu, dagingnya mengalir ke komunitas fakir yang mana.” papar temanku itu yang seketika membuat bulu ridhoku berdiri.

aku pamit pada Prada dan kembali ke kamar, di luar Flo menungguku untuk bertanya, “apakah kejadian tadi tak perlu dilaporkan ke polisi?” aku menggelengkan kepala sambil menyeret langkah pulang ke kamar. di tengah sesal, ritual menonton FQ jadi gagal. aku berpikir-pikir, mengapa harus setelah Flo datang? atau, apa yang dilakukan Beng di luar kota? atau siapa ayah dari bayi-bayi yang baru dilahirkan Ziantine?

setiap pertanyaan biasa menjadi rasa penasaran yang luar biasa. mereka yang telah kukenal, bukan orang yang benar-benar kukenal, kecurigaan ini, meminta izin untuk menghinggapi cara pandangku terhadap kelima tetanggaku. mungkin juga pada mereka, termasuk terhadapku.

Rasuna Adikara
plot/ seri 02/ eps.005: TEROR/ post: #007. prev post: http://appartemant16.blogspot.com/2010/08/043-1602.html

No comments:

Post a Comment