Lantai 16

7/7/10

#001: 1600

Treng..trennng….tueng… jreeeng…

“oke sip,” celoteh pede saya setelah menyetem gitar sembari bangkit dari ranjang kain gantung yang memisang. Saya selalu penasaran bagaimana caranya bercinta di atas ranjang saya ini. “nyetem gitar aja bisa di situ masa nyetem yang laen ga bisa ahahahaha…” ujar saya sambil tertawa sendiri berharap ada peri cantik berbikini amerika mengajak bercinta.

Seperti biasa langit-langit kamar apartemen saya sudah cukup terang. Cukup terang oleh lampu neon 16 watt yang bentuknya selalu mengingatkan akan krim kue tart yang mungkin saja lezat. Sebentar lagi pukul 9 malam dan saya harus bergegas menyalurkan hobi sekaligus cari uang bersama Ricardo. Ricardo ini nama gitar listrik warisan kakek saya, diwariskan bersama-sama kamar apartemen ini. Kakek saya meninggal 3 bulan yang lalu, beliau terpeleset di kamar apartemen ini dan kepalanya yang botak di belakang membentur tiang yang tepat berada di tengah kamar ini. Darahnya kadang-kadang masih ada.

Banyak yang bertanya mengapa saya mengamen di malam hari. Sebenarnya saya juga bingung kenapa, hanya saja malam itu lebih nikmat dari pada siang hari yang kisruh, butek, sibuk dan sebagainya. Lagipula kalau siang pengamen lebih banyak jadi banyak saingan. Entah benar atau tidak pemikiran ini. Kalo soal pagi hari saya benar-benar lupa, mungkin sudah 3 tahun terakhir saya tidak jumpa pagi. Ah lagi pula wanita malam tidak kalah segar dengan wanita pagi.

Seperti orang gila saya daritadi berdiri terus di dekat ranjang menggendong gitar senyum-senyum sendiri. Lagi-lagi sendiri. “oke sudah jam 9 saatnya jalan-jalan,” ujar saya semangat. Sreekk… pintu apartemen saya geser, pintu yang berbeda dengan penghuni kamar lainnya yang ditarik untuk dibuka, dan didorong untuk ditutup, atau ditarik dorong untuk menghembuskan angin . Dulu kakek saya pernah menghancurkan pintu aslinya ketika mabuk, dan pihak asuransi pintu menggantinya dengan pintu geseran ini.

“Jreng..jreng…jreng…berangkat..” teriak merdu ritual saya sembari melihat-lihat pintu-pintu kamar apartemen lainnya yang selalu sepi ketika saya ramai. Sepertinya mereka orang-orang mentari yang berekspresi di pagi hari.

Oiya malam ini kamar apartemen saya tidak ditutup lagi, silahkan kalau mau mampir, siapa tahu kakek saya butuh teman berbincang. “ihihihiii…” tawa saya 1 Km dari kamar. Bercanda, saya masih berharap dengan peri bikini amerika itu kok, siapa tau datang.

Kolabton Nawalem
plot/ seri 01/ eps.001: INTRODUKSI/ post: #001. tagged by: -

No comments:

Post a Comment