in this post: Langa Beng Otanga, Ziantine Larasati, Sherry, Prada Prameshwari,
pagi itu kami bercinta untuk kali kedua, sama dahsyatnya kala pertama. tanpa anal, satu-satunya bagian percintaan tadi malam yang tak ingin kuhafal. tapi tenanglah, seperti biasa, ketika esok ku terjaga, aku sulit untuk mengingat kisah 24 jam sebelumnya yang kubawa bersama.
“kalau emh, terjadi lagi, emh, boleh kurekamkah?” tanyaku begitu gugup sambil mengenakan baju. tiba-tiba ia menamparku. sontak aku meminta maaf, ia bilang tak perlu meminta maaf, “tadi ada nyamuk di pipimu. heran, di tempat setinggi ini masih ada nyamuk.”
ia juga bilang percintaan kita tak perlu direkam, dan mungkin tak perlu terjadi lagi, meski tadi malam ia mengakui bukan sebuah kesalahan. aku tak bisa memaksa, seperti pasrah saja ketika ia mengusirku dengan halus untuk kembali ke kamarku, katanya ia buru-buru karena harus menemui seseorang.
sebelum pergi, aku memaksa untuk tahu namanya. “Sherry, namaku Sherry,” ujarnya ringan, tanpa beban sambil menutup pintu kamarnya. satu menit aku berdiri di depan kamarnya yang tertutup, aku belum mengenalkan diri.
keluarga besarku di Solo memanggilku Jeko, aku suka nama itu, bahkan aku menggunakannya ketika berkenalan dengan sembarang orang. nama asliku padahal bagus, Rasuna Adikara. banyak teman akrab yang mengenalku sebagai Jeko tak percaya, kata mereka, tak cocok dengan muka.
padahal sudah kuyakinkan mereka bahwa ayahku sastrawan keturunan ningrat, mereka masih saja tidak percaya. di dompetku ada secarik kertas yang tertera tulisan untuk mengingatkan, “jika kelak pulang ke Solo, jangan lupa bawa serta akta lahirmu.”
“lucu toh, kenapa keluargamu tak memanggilmu Rasu, atau Suna, atau Adi, Dika, Kara?” tanya seorang teman. sekali lagi kukatan padanya, ayahku seorang sastrawan, kukutip sebuah kata dari idola ayahku, Shakespeare, ‘apalah arti sebuah nama (panggilan)’. adik perempuanku namanya tak kalah indah , Radita Adikara. entah kenapa keluargaku memanggilnya Bridtok.
*
aku sedang merapikan kamar ketika kudengar bel kamarku berbunyi, tumben pesan antar masakan cepat saji datang begitu cepat. sambil kusiapkan uang dan tip untuk pembayaran, aku berjalan ke arah pintu. dibalik pintu ternyata tak ada sesiapa, itu bunyi bel kamar 1501, persis nadanya, persis pesanan makanannya. “sepertinya anda salah kamar, Mas?” tanya saya.
tak lama kemudian, penghuni kamar 1501 membuka pintu, terselip uang di jari tangannya siap bertransaksi. melihat pengantar masakan cepat saji hendak berjalan ke arahku, dia heran dan memanggil kembali pengantar pesan antar masakan cepat saji tersebut.
“maaf, saya kira bel saya yang berbunyi, lagipula pesanannya sepertinya sama,” sapa saya ramah. tapi mata wanita hamil itu malah tertuju ke arah lift, seorang wanita tampak tak santai seperti mau memburu waktu. itu Sherry, begitu cantik dalam balutan gaun merah, wangi parfumnya merekah, tergesa entah mau kemana atau bertemu siapa.
dari bahasa tubuhnya bisa kutebak, wanita itu berpikir begitu lama sebelum memutuskan pergi. wanita ini kemudian menyadari bahwa yang hendak dikejarnya, bisa jadi, begitu berarti. Sheri masuk lift tanpa menyadari, dua penghuni sedang mengamati.
pintu lift tertutup, wanita hamil kamar 1501 membalas senyumku. “ya, kurasa bel kita satu nada, tadi malam kukira tamu memencet belku, ternyata belmu yang berbunyi. gadis 1504 sepertinya ada urusan denganmu hendak bertamu.”
Rasuna Adikara
plot/ seri 01/ eps.002: SHERRY/ post: #002. prev post: http://appartemant16.blogspot.com/2010/07/008-1602.html
eh, ini kamar 1501 atau 1601 maksudnya?
ReplyDeletegadis 1504? gue dong? rasuna, asu kau tadi mlm slh masuk kamarku! ahahahaa
ReplyDelete